Sahabat ღ Selamanya

_______________________[ Subscribe to Sahabat ღ Selamanya by Email ]________________________

Empat Hal yang Harus Dikerjakan Dan 4 Hal Ditinggalkan

Imam Al Ghazali


Wahai Anakku, saya menasihatimu dengan delapan hal dan terimalah agar ilmumu tidak menjadi musuhmu di hari kiamat. Empat dari delapan nasihat itu kau harus kerjakan dan empat lainnya harus kau tinggalkan.

Empat Hal yang Harus Ditinggalkan

Adapun empat hal yang harus kau tinggalkan adalah sebagai berikut..

Meninggalkan perdebatan sedapat mungkin dan/atau menegakan hujah (alasan) bagi setiap orang yang menyebutkan suatu permasalahan, karena dalam hal ini mengandung banyak tanda, di mana dosanya lebih banyak dari pada manfaatnya. Mengapa dosanya lebih hanyak, karena hal itu menjadi sumber bagi setiap akhlak yang jelek, seperti riya, hasud, sombong, dendam, permusuhan dan ujub.

Memang benar seandainya muncul suatu masalah antara dirimu dengan seseorang atau sekelompok orang, sedangkan kau bermaksud mempertegas dan memenangkan kebenaran, sehingga kebenaran tidak tersia-sia, maka kau boleh membahas dan mendiskusikannya, Akan tetapi, hal ini pun harus memiliki dua tanda:
pertama engkau tidak mengubah sikap dan tidak membeda-bedakan antara apakah kebenaran itu muncul dari lidahmu atau teman diskusimu, Bahkan engkau akan merasa senang bila ternyata bila kebenaran itu justru tersingkap dari teman diskusimu. Sebab penerimaannya terhadap apa-apa yang bersumber dari dirinya akan lebih mudah diterima olehnya daripada apa yang bersumber darimu.
kedua diskusi di tempat yang sunyi lebih kau sukai daripada di tempat umum yang ramai. Jika kau mengatakan suatu masalah dan kau tahu bahwa kebenaran berada dipihakmu sementara dia mencemoohkan atau melecehkan, berhati-hatilah menegakan hujah dihadapannya. Tinggalkanlah dia sebab tidak ada faedah bersamanya, justru kau akan mendapat faedah bila meninggalkannya.

Ketahuilah, mempertanyakan sesuatu yang sulit sama halnya dengan menyodorkan penyakit hati kepada seorang dokter, dan jawaban untuk pertanyaan itu merupakan salah satu upaya atau terapi menyembuhkan penyakit.

Ketahuilah, orang yang bodoh adalah orang yang hatinya sakit, sedangkan seorang ulama yang mengamalkan ilmunya adalah seorang dokter. Ulama yang kurang ilmu, terapinya tidak mustajab. Sedangkan ulama yang sempuma, belum tentu mampu menyembuhkan setiap penyakit, tetapi hanya mampu menyembuhkan penyakit orang yang memang mengharapkan kesembuhan dan kebaikan. Jika penyakitnya sudah kronis atau akut, maka sulit diharapkan kesembuhannya. Dalam hal ini, seorang dokter atau tabib cukup mengatakan, "Ini tidak mungkin disembuhkan." Karena itu, engkau jangan disibukkan dengan mengobatinya karena hanya menyia-nyiakan umur.

Kemudian ketahuilah, penyakit bodoh ada empat macam. Tiga bisa disembuhkan, sedangkan sisanya tidak. .

Penyakit bodoh yang paling tidak bisa menerima kesembuhan, adalah penyakit yang orang bodoh yang bersumber dari penyakit hasud dan marah dalam dirinya. Ketika pertanyaan yang diiringi oleh hasud itu dijawab dengan jawaban yang sangat jelas, baik dan tepat, orang itu tetap saja tidak akan menerima. tetapi semakin marah, memusuhi dan hasud. Maka jawaban yang terbaik untuk persoalan ini adalah tidak menjawabnya. Alias diam. "Setiap permusuhan bisa diharapkun kesembuhannya. Kecuali permusuhan yang muncul dari hati yang hasud" Oleh sebab itu, kau harus menghindar dari masalah ini, meninggalkan orang yang punya jiwa seperti ini dan tidak perlu menanggapinya. Biarkanlah ia dengan penyakit hatinya. Allah swt. berfirman: "Maka berpalinglah [hai Muhammad] dari orang yang berpaling dari peringatan Kami, dan tidak mengingini kecuali kehidupan duniawi." (QS. Al Najm: 29). Hasud yang menjadi pemicu ucapan dan tindakan hanya akan menyalakan api dalam kebun ilmunya. Hasud memakan kebaikan sebagaimana api yang memakan kayu.

Penyakit bodoh yang bersumber dari kedunguan. Penyakit ini pun tidak bisa disembuhkan, sebagaimana yang dikatakan Isa as: "Saya mampu menghidupkan orang mati, tetapi saya tidak mampu mengohati penyakit tolol." Orang dungu adalah orang yang sibuk mencari ilmu dalam waktu yang singkat dan dangkal, dan samasekali tidak mempelajari ilmu yang rasional dan syar'iy, kemudian karena kedunguannya ia bertanya dan memprotes seorang ulama hebat yang sepanjang usianya telah digunakan untuk mempelajari ilmu-ilmu rasional dan syar'iy. Inilah orang dungu yang tidak tahu dan tidak menduga bahwa sesuatu yang menyulitkannya juga menjadi persoalan yang menyulitkan orang alim hebat. Jika ia tidak tahu kapasitas dirinya, maka pertanyaan yang dilontarkannya, muncul adalah cermin dari kedunguannya. Karena itu, haruslah kau berpaling dari orang yang seperti ini dan tak perlu membuang waktu untuk sibuk memikirkan jawabannya.

Penyakit bodoh dari orang oportunis. Orang oportunis yang selalu mencari petunjuk kepada beberapa orang yang tidak memiliki keahlian untuk memahami perkataan orang-orang terkemuka. Dia bertanya mengenai hal-hal yang tidak jelas agar mendapat manfaat (keuntungan pribadi) dari jawaban yang diberikan. Akan tetapi, karena keterbatasan pemahamamnya ia tidak mengetahui hakikatnya, Karena itu engkau tidak perlu memberikan jawaban kepadanya. Rasulullah saw. bersabda: "Kami adalah kelompok para Nabi yang diperintahkan berbicara kepada manusia menurut ukuran. (kemampuan) akal mereka."

Adapun penyakit bodoh yang masih bisa disembuhkan adalah penyakit bodoh yang diderita orang berakal yang giat mencari petunjuk dan pemahaman. Ia tidak dikalahkan oleh hasud, nafsu amarah, senang syahwat,kehormatan dan harta. Ia adalah pencari kebenaran. Pertanyaan-pertanyaannya tidak lahir dari perasaan hasud, juga tidak bermaksud untul menyusahkan atau menguji. Penyakit bodoh ini bisa disembuhkan, dan yang ditanya boleh memikirkan jawabannya, bahkan wajib menjawab pertanyaannya

Kau harus menghindarkan diri jadi pemberi nasihat atau penceramah atau juru dakwah , karena dalam hal ini terdapat banyak penyakit, kecuali jika kau sudah melaksanakan apa yang telah kamu katakan. Setelah itu, kau baru boleh jadi penasihat. Renungkanlah apa yang pernah dikatakan kepada 'Isa as, "Hai Putra Maryam, nasihatilah dirimu. Jika kamu berhasil menasihati dirimu, maka nasihatilah orang lain. Jika tidak, maka malulah kamu kepada Tuhanmu".
Jika kau diuji dengan perbuatan ini (jadi penasihat atau penceramah), maka jagalah dirimu dari dua hal.

Pertama, jagalah diri dari kepura-puraan, jangan membuat kata-kata yang sulit atau kalimat yang dibuat-buat, baik dalam bentuk ungkapan, isyarat, simbol-simbol, bait-bait syair maupun puisi, karena Allah memurkai orang-orang yang suka memberat-beratkan diri atau membuat kata-kata yang dibuat-buat. Orang yang memberat-beratkan diri adalah orang yang melampaui batas, dan perbuatan ini menunjukkan batinnya rapuh dan hatinya lalai.

Padahal makna dari suatu nasihat adalah agar orang selalu ingat atau selalu berdzikir, mengingat api Akhirat dan membatasi dirinya hanya untuk berkhidmat kepada Allah; memikirkan usianya yang telah lewat yang habis digunakan untuk hal-hal yang tidak berarti; memikirkan ancaman siksaan di depan matanya; memikirkan bagaimana akhir kehidupannya, apakah berakhir dengan baik atau jelek; memikirkan bagaimana Malaikat Maut mencabut nyawanya; memikirkan apakah dirinya kelak mampu menjawab pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir; seluruh perhatiannya tercurahkan untuk kejadian-kejadian di hari Kiamat dan akibat-akibat yang ditimbulkannya; dan memikirkan apakah dirinya mampu melewati titian jalan di atas neraka dengan selamat ataukah terjatuh ke dalam jurang neraka;

Semuanya ini harus dibangkitkan dalam benak dan kalbu mereka Hingga terpikirkan terus-menerus dalam hati dan jiwanya, sampai hatinya bergetar ketakutan. Api ketakutan yang meluap dalam dirinya akan menimbulkan ketaatan kepada Allah dan getaran-getaran ini bila diarahkan kepada Allah dinamakan ingat atau dzikir. Adanya kesadaran diri sebagai makhluk yang lemah dan terbatas, sadar atas cacat-cacat dirinya, akhirnya akan menimbulkan panas dan membakar jiwanya, menggetarkan urat-urat syarafnya, lalu mendorong dirinya untuk menebus usianya yang hilang tanpa guna, menyesali hari-harinya yang berlalu tanpa diisi ketaatan kepada Allah, yang kesemuanya ini menimbulkan rasa sadar dan ingat, yang oleh para ulama sufi dinamakan sadar atau wa'zhan.

Memberi nasihat tanpa kepura-puraan seumpama keadaan seperti ketika kau menyaksikan banjir yang melanda kampung, lalu menerjang rumah penduduk, maka kamu tentu akan berteriak-teriak, "Awaaas ... hati-hati! Cepaaat! Lariii!" Apakah ketika keadaan sudah gawat seperti itu, hati dan pikiranmu masih ingin memberitahukan penduduk dengan kata-kata dan ungkapan-ungkapan yang berat-berat dan sulit dipahami, atau menggunakan sandi-sandi atau isyarat-isyarat yang hanya dimengerti orang tertentu. Sekali-kali jangan menggunakan kata-kata seperti itu. Itu adalah kebiasaan pemberi nasihat dan tukang ceramah. Kau harus menghindari kebiasaan buruk ini..

Kedua, memberi nasihat dimana nasihat-nasihatmu justru bisa menjadikan orang lari dari majelismu, atau menjadikan majelismu sebagai suatu pertunjukan, kemudian kamu ingin pamer kemuliaan dan penampilan yang megah, sehingga orang lain mengatakan, "Sebaik-baik majelis adalah majelismu ini." Semua ini harus dihindarkan karena ini termasuk tanda-tanda majelis yang condong kepada dunia atau materi. Majelis yang demikian pasti lahir karena tidak ingat Allah, alias lupa.

Seharusnya majelismu terbentuk karena didorong oleh keteguhan semangat, tekad dan cita-citamu untuk mengajak manusia dari cinta dunia menuju cinta akhirat; dari kemaksiatan untuk dibawa kepada ketaatan; dari ambisi dunia ditarik kesikap zuhud; dari kebakhilan diubah menjadi dermawan; dari lupa dan tertipu dibawa kepada ketaqwaan; dan jadikanlah mereka mencintai akhirat dan membenci dunia. Ajarilah mereka ilmu ibadah dan zuhud karena karakter manusia senang menyimpang dari jalan syari'at dan melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak diridlai Allah. Oleh sebab itu, tajamkan hatimu dengan rasa takut pada Allah dan hindarkanlah dari hal-hal yang tidak menjadikan hatimu takut kepadaNya.

Sifat batin manusia bisa berubah-ubah dan perbuatan zahirnya juga bisa berganti-ganti. Karena itu, arahkan pandangan mereka untuk bersemangat dan senang melakukan ketaatan serta kembali dari kemaksiatan. Hendaklah perkataannya senantiasa berhubungan dengan masalah ilmu kezuhudan dan ibadah. Sepatutnya kau perhatikan keinginan mereka, apakah menyimpang dari keridhaan Allah atau tidak; perhatikan kecenderungan kalbu mereka, apakah menyimpang dari syarat atau tidak; dan juga perhatikan amalan dan akhlaknya yang tercela dan yang terpuji, akhlak manakah yang lebih dominan. Orang yang ketakutannya lebih dominan, kembalikanlah pada harapan {raja). Sebaliknya, orang yang harapannya lebih dominan, kembalikanlah pada ketakutan (khawf), dengan cara yang mereka pahami, sehingga pada akhirnya sifat-sifat tercela secara lahir dan batin akan sirna dan digantikan dengan sifat-sifat terpuji. Mereka akan selalu berhasrat pada ketaatan, setelah sebelumnya mereka malas untuk melakukannya. Mereka membenci kemaksiatan, setelah sebelumnya mereka rakus melakukannya.

Ini adalah jalan peringatan dan nasihat. Setiap peringatan / nasihat yang tidak seperti yang disebutkan diatas adalah bencana bagi orang yang memberi nasihat maupun bagi yang mendengarkannya. Bahkan, pemberi nasihat yang menyesatkan adalah hantu-hantu gentayangan yang mengajak pergi manusia dari jalan keselamatan, untuk kemudian diajak ke tempat yang seram, lalu mereka dibinasakan. Karena itu, mereka harus menjauhi nasihat semacam ini dan orang yang memberikannya, karena meskipun nasihat-nasihatnya bermanfaat secara agama, nasihat itu tidak mampu menghindarkannya dari tarikan setan. Barangsiapa mempunyai tangan dan kekuasaan, maka wajib baginya menurunkan penasihat / pendakwah semacam ini dari mimbarnya dan mencekalnya supaya tidak bergaul dan mempengaruhi orang. Melakukan ini termasuk perintah agama..

Hal ketiga, yang harus kau tinggalkan adalah janganlah bergaul dengan para penguasa dan sultan. Jangan memandang mereka karena, memandang mereka dan duduk semajelis dengan mereka, akan mendatangkan bencana besar. Jika kamu diuji dengan kehadiran mereka atau kau dekat dengan mereka, maka jangan sekali-kali kamu memuji-muji mereka, karena Allah murka terhadap orang yang memuji-muji orang fasik dan zalim. Barangsiapa berdoa untuk kelanggengan kekuasaan mereka, berarti ia suka terhadap orang yang membuat kemaksiatan di muka bumi.
Hal keempat, janganlah kau menerima pemberian penguasa atau sultan, termasuk juga hadiah, walaupun kau tahu bahwa pemberian itu dari harta halal, karena tamak terhadap pemberian penguasa bisa merusak agama. Hal itu dikarenakan penerimaan ini bisa mendorong kamu bersikap menjilat, mengambil muka, mencari perhatiannya, dan bahkan setia menemaninya dalam kezaliman. Semua ini akan merusak agama, paling tidak kau senang dan berharap penguasa itu usianya panjang, kekuasaannya stabil dan lestari, sehingga kau tetap mendapatkan manfaat darinya, yaitu hadiah-hadiah dan berbagai pemberian. Barangsiapa senang terhadap kelanggengan kezaliman, berarti ia juga ikut mendukung adanya kezaliman dan bahkan ikut mendorong rusaknya alam. Hal mana yang lebih membahayakan agama dan menimbulkan akibat yang lebih besar daripada perbuatan ini. Hati-hatilah kau terhadap tipuan setan melalui pemberian para penguasa. Mungkin di antara tipuan itu akan berkata kepadamu, "Sebaiknya kamu mengambil dinar dan dirham pemberian para penguasa itu, yang kemudian kamu membagi-bagikannya kepada kaum fakir-miskin. Mereka memberikan nafkah dalam kefasikan dan kemaksiatan. sedangkan sedekahmu kepada orang-orang lemah lebih baik daripada sedekah mereka." Banyak orang terkutuk yang dipenggal leher mereka karena bisikan yang menyesatkan ini..

Adapun empat hal yang harus kau lakukan adalah sebagai berikut.

Jadikanlah mu'amalah atau seluruh perbuatanmu bersama Allah. Artinya. seandainya budakmu bekerja sama dengamu, engkau rela menerimanya, engkau tidak sempit hati, tidak resah juga tidak marah. Engkau juga tidak rela jika budakmu diperlakukan tidak baik atau menerima balasan yang tidak pantas. Terhadap Allah, kamu harus lebih baik, karena ia junjunganmu yang hakiki.

Setiap engkau bekerja dengan manusia. maka usahakanlah ia senang dan rela sebagaimana kau senang dan rela terhadap dirimu sendiri, karena iman seseorang tidak dianggap sempurna sampai orang itu mencintai seluruh manusia sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.

Jika engkau membaca atau mempelajari suatu ilmu; ilmu tersebut haruslah: yang bermanfaat untuk kau amalkan, yang sesuai dengan hatimu dan yang menyucikan jiwamu. Hal ini seperti jika kamu merasa bahwa usiamu tinggal seminggu, maka engkau tidak perlu menyibukkan diri dengan mempelajari ilmu fiqih, akhlak, ushul fiqih, akhlak, ilmu kalam dan ilmu-ilmu sejenisnya (ilmu zahir), karena engkau sudah tahu bahwa ilmu-ilmu tersebut tidak akan mencukupi atau memuaskan jiwamu. Sebaliknya, kau harus menyibukkan diri dengan mengontrol hati, memahami sifat-sifat jiwa dan nafsu, berpaling dari urusan keduniaan, menyucikan jiwa dari akhlak yang tercela, sibuk dengan mencintai Allah dan hambaNya serta menyempurnakan diri dengan sifat-sifat yangbaik. Siangdan malam tidak dilewatinya kecuali diisi dengan ibadah dan ingat kepada Allah serta berusaha dan memohon agar maut menjemputnya di saat-saat baik seperti ini.

Wahai Anakku. dengarkanlah ucapan yang lain, kemudian renungkanlah sehingga engkau menemukan kesimpulannya. Seandainya kaau memperoleh berita bahwa seminggu lagi seorang Sultan atau Raja memilihmu jadi menteri. Sudah pasti kau pada saat-saat itu sibuk memperbaiki diri. Engkau akan berusaha, bersikap dan berperilaku sebaik mungkin karena kamu tahu bahwa pandangan dan penilaian Sultan sangat berpengaruh jadi tidaknya kau diangkat sebagai menteri. Pakaian, badan, penampilan, rumah dan bahkan kamar-kamar pribadimu, kau perbaiki sebaik mungkin, sehingga ketika utusan Sultan datang, ia berpikiran positif terhadapmu. Sekarang pikirkanlah sabda Rasulullah saw. ini:

"Sesungguhnya Allah tidak memandang bentuk luarmu, juga tidak perbuatan zahirmu, akan tetapi Dia memandang hati dan niatmu." Jika engkmu benar-benar menginginkan ilmu yang membahas suasana batin, maka pelajarilah kitab Ihya' dan beberapa karangan saya lainnya. Ilmu batin adalah ilmu fardlu 'ain, sedangkan lainnya fardlu kifayah kecuali yang berkaitan dengan kewajiban melaksanakan perintah-perintah dan larangan-larangan Allah.

Janganlah engkau meyimpan harta benda melebihi dari apa yang dibutuhkan. Rasulullah saw. bersabda: "Ya Allah, jadikanlah rizki keluarga Muhammad itu sekadar untuk mencukupi kebutuhan"

Sahabat ღ Selamanya

[ Grab this Headline Animator ]