Sahabat ღ Selamanya

_______________________[ Subscribe to Sahabat ღ Selamanya by Email ]________________________

Hakikat Hari Raya Qurban


Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.



اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ وللهِ الْحَمْدُ

☆ Idul Adha ☆
☆HARI RAYA QUR"BAN☆
☆ 10 Zulhijjah 1433 H / 26 Oktober 2012 M ☆

. تَقَبَّلَ اللّهُ مِنَّ وَ مِنْكُمْ صِيَمَنَا وَ صِيَمَكُمْ وَجْعَلْنَا مِنَ الْعَائِدِين وَالْفَائِزِين

Taqabalallahu minna wa minkum shiyamana wa shiyamakum wa ja’alna minal ‘aidin wal faizin.

Alhamdulillah' Peraya'an Idul Adha , tahun ini Bertepatan pada hari Jum'at. Yang Mana seperti kita ketahui. Idul Adha. yang bertepatan pada hari Jum'at disebut Idul Adha Akbar' hari besar umat muslim (Hari Jum'at) Dan beruntunglah mereka yang mendapati Haji pada hari yang bertepatan itu karana tentu jua turut menyandang haji Akbar'. Semoga mereka yang menjalani ibadah haji menjadi haji Mabrur. bertambah keberkahan serta lebih taat beribadah.
Aaamiiin Allah Humma Amin.

☆ Idul Adha ☆
Adalah satu momen yang mengajarkan kita untuk mau berbagi nikmat dan mengurangi penderitaan saudara-saudara kita yang sedang membutuhkan.

Hakikat dari berkurban pada hari raya kurban tidak hanya pada sebatas membeli seekor hewan lalu memotongnya untuk dijadikan kurban. Tapi lebih dari itu, berkurban sarat dengan nilai-nilai ajaran sosial yang ditekankan oleh Islam pada umatnya. Rasa kebersamaan, kekeluargaan, dan persaudaraan sebenarnya merupakan inti dari pelaksanaan kurban. Meskipun tidak sedikit kaum muslimin yang hanya menganggap hari raya kurban sebagai ritual keagamaan saja.

Padahal di balik ritual tersebut ada banyak hal yang sering tidak kita sadari. Setidaknya ada dua pelajaran penting yang bisa kita ambil dari pelaksanaan kurban:

Pertama, Kurban merupakan suatu ungkapan rasa kecintaan seorang mukmin kepada Allah. Ia melaksanakan syariat berkurban dikarenakan rasa syukurnya atas segala nikmat yang diberikan Allah yang maha memberi rizqi. Hal itu dapat kita jumpai dalam sejarah kurban, dimana pada saat itu, Ibrahim As. dengan penuh keikhlasan dan rasa cinta pada Allah bersedia mengorbankan putra tercintanya, Ismail As. untuk memenuhi perintah dari Allah Swt. Dalam konteks ini berarti seorang mukmin telah melakukan hubungan vertikal terkait dengan pelaksanaan ibadah kurban yang ia lakukan.

Kedua, ibadah kurban tidak akan bisa terwujud tanpa adanya proses hubungan dengan orang lain, Karena sebagian dari aturan syariatnya adalah agar daging dari hewan kurban tersebut dibagikan pada orang-orang yang berhak. Artinya, agama Islam dalam hal ini berusaha mengakomodasi nilai-nilai sosial dalam pelaksanaan kurban. Sementara di lain pihak, ini berarti menyempurnakan tugas dari seorang mukmin untuk senantiasa menjaga hubungan baik dengan sesama manusia (hablun min an-nas), selain hubungan vertikal yang telah ia jalani dengan tuhan (hablun min Allah).

Allah Swt berfirman, “Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia…”.
(Qs. Ali Imron [3]: 112). Dengan demikian melalui ibadah kurban, dua tujuan sekaligus dapat langsung kita raih dalam waktu yang bersamaan.

Disamping itu, hal ini semakin membuktikan adanya keterkaitan yang begitu kuat antara dimensi tuhan dan dimensi sosial. Keduanya harus sama-sama mendapatkan prioritas dan takaran yang seimbang. Karena ketimpangan pada salah satu sektor akan berakibat pada tidak maksimalnya peran seorang mukmin dalam menjalankan fungsi khalifah yang diamanatkan oleh Allah Swt.

Amanat pada pokoknya ialah segala sesuatu apa pun wujudnya yang dipercayakan kepada kita. Adakalanya supaya kita memeliharanya baik-baik, adakalanya supaya kita mematuhi dan melaksanakan sebagaimana mestinya, adakalanya supaya kita memanfaatkannya untuk kebaikan, dan adakalanya supaya kita menyampaikannya pada yang berhak menerimanya. dalam potongan ayat ke-58 dari surat an-Nisa dapat kita temukan firman Allah Swt, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya”.

Sebagaimana kita ketahui, bahwa kurban dalam struktur bahasanya berasal dari kata qaruba yang berarti dekat atau mendekat. Dalam pengertian khusus tentu saja hal ini lebih identik dengan interaksi vertikal, antara manusia dengan sang pencipta. Akan tetapi, ternyata Islam tidak sesempit itu. melalui ibadah kurban, Islam mencoba untuk menyentuh ranah-ranah sosial yang sering dikesampingkan atau tidak tersentuh secara langsung oleh jenis ibadah yang lain.

Tampaknya untuk kondisi bangsa sekarang, pemaknaan seperti ini sangat tepat dalam memahami hari raya kurban. Semangat kurban dapat kita jadikan modal dalam usaha menyelesaikan berbagai macam kesulitan yang sedang kita hadapi. Dengan semangat kebersamaan yang dibuktikan dengan bentuk aplikasi secara langsung akan sangat membantu dan mempercepat proses pemulihan yang sedang berjalan.

Suasana keprihatinan yang masih melanda bangsa harus menyadarkan kita untuk kembali bangkit dan segera bangun dari keterpurukan. Momen Idul Adha harus dapat kita manfaatkan secara optimal dalam usaha menyadarkan masyarakat terhadap pentingnya sebuah kesatuan dan semangat pengorbanan untuk usaha kemajuan bersama, sebuah semangat sosial yang bisa kembali mengingatkan umat Islam untuk selalu menjadi bagian dari makhluk sosial yang tidak bisa berdiri sendiri dan lepas sepenuhnya dari orang lain.

“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Qs. an-Nur [24]: 22).

Oleh karenanya, dalam arti luas kita tidak bisa memberikan makna kurban hanya pada sebuah ritual yang dijejali berbagai macam syarat dan larangan. akan tetapi, jauh dari itu kita dituntut untuk mampu memerankan watak seorang hamba yang tidak bisa lepas dari keterikatan dengan tuhan sebagai penguasa semesta dan peran sosial yang juga harus kita jalankan, karena keduanya merupakan sunnatulah yang tidak bisa kita hindari atau bahkan dikesampingkan.

Tetapi, realitas yang hidup subur di kalangan kaum muslimin justru sangat kontradiktif dengan konsep yang ditekankan Islam. Ibadah kurban hanya dilihat dari kulit luarnya saja, sementara esensi di balik hal itu hampir tidak terjamah. akibatnya, ibadah kurban hanya ditafsirkan dengan sempit melalui pengejawantahan dari konsep kebersamaan dan tolong menolong yang hanya bersifat temporal dan insidentil.

Pasca hari raya kurban, maka kehidupan kaum muslimin kembali seperti semula. Tidak ada lagi semangat pengorbanan untuk membantu sesama. Semua kembali pada egonya sendiri-sendiri. masing-masing kelompok Islam hanya disibukkan dengan aktivitasnya sendiri. Sebuah semangat yang sempat membara dan bergelora ternyata hanya padam seiring dengan berakhirnya perayaan.

Sungguh sangat sia-sia rasanya Allah mensyariatkan ibadah kurban kepada umatnya kalau hanya dimaknai sempit dan tidak memiliki pengaruh yang nyata dalam kehidupan seorang mukmin. “orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. (Qs.Ali Imran [3]: 191).

Akhirnya, semoga Allah menjadikan hari raya kurban ini sebagai titik permulaan bagi kita semua untuk dapat melakukan perubahan dan menjadikan hidup ini jauh lebih bermakna dari sebelumnya. Amiin.

Sahabat ღ Selamanya

[ Grab this Headline Animator ]